Pendukung dari AC Milan dan FC Internazionale pastinya tak sudi disamakan dengan rival sekota mereka. Tapi mau tak mau mereka harus menerimanya. Ya, dua tim kota Milan itu punya cerita yang kurang lebih sama di awal musim ini. Keduanya sama-sama terpuruk di
cara pelet wanita San Siro, kandang mereka sendiri. Lihat saja hasil penampilan mereka di awal musim ini di kandang sendiri. Inter sudah melakoni lima laga kandang, tiga di Liga Europa dan dua di Serie A. Sementara AC Milan baru dua, satu di Liga Champions dan dua di ajang Serie A. Hasilnya adalah kekalahan kedua tim bila digabungkan menjadi lima, tiga lainnya imbang dan belum ada di antara mereka yang berhasil mengamankan tiga angka.
AC Milan bahkan lebih tragis. Sejauh ini, belum satu golpun dilesakkan ke gawang lawan.
Buruknya performa AC Milan dan Inter di San Siro, dan belum adanya kemenangan di kandang sendiri, membuat media Italia melabeli stadion kebanggaan kota Milan tersebut dengan nama 'San Zero'.
Bandingkan dengan rival utama kedua tim, Juventus, yang sejauhini sudah mencatat empat kemenangan beruntun di kompetisi domestik, sekaligus memperpanjang catatan tak terkalahkan mereka di Serie A menjadi 43 laga.
Pertanyaan besar pun muncul, ada apa dengan dua tim kota mode Milan di musim ini?
Analis GOAL.com Asia Cesare Poleghimenyampaikan sejumlah alasan mengapa kedua tim harus segera bangkit jika tidak ingin musim mereka di tahun ini diklaim sebagai bencana.
Pertama, AC Milan. Setahun silam, tim yang diarsiteki Max Allegri itu disebut sebagai tim yang sudah berumur. Namun ada juga pemain yang masuk usia produktif, seperti Zlatan Ibrahimovic, Thiago Silva, Alessandro Nesta dan Gennaro Gattuso.
Inter juga kurang lebih sama. Kesuksesan memenangi Piala Dunia Antarklub membuat mereka disegani. Tak sedikit juga yang menganggap Inter masih sebagai kekuatan besar di Italia dan Eropa.
Jangan lupa juga, Inter dan Milan adalah juara Eropa belum lama lalu. Milan tampil sebagai kampiun Eropa pada 2007, sementara Inter pada 2010.
Lalu apa yang terjadi di musim ini? Jawaban termudah adalah perencanaan yang buruk yang dilakukan manajemen Milan dan Inter, baik oleh presiden klub maupun jajaran direksi dan direktur klub mereka.
Kedua tim terlalu bermain dengan pemain yang sama, yang berimbas pada hilangnya motivasi, terlalu berpihak pada pemain veteran dan pembagian gaji yang tidak merata. Dengan dijalankannya Financial Fair Play membuat kedua tim semakin gelagapan untuk menyeimbangkan neraca keuangan mereka. Alhasil, langkah paling aman dengan menjual pemain yang menjadi beban tinggi bagi klub dalam hal gaji.
Di kubu Milan, Ibrahimovic dan Thiao Silva dikorbankan, demikian juga para pemain veteran. Inter masih lebih berani dalam berinvestasi, meski juga mengakui berada dalam kesulitan yang sama.
Yang kemudian menjadi pertanyaan berikutnya adalah di mana para penyelamat AC Milan dan Inter. Para petinggi klub sepertinya lebih memilih bersembunyi di kantornya.
Lihat saja Berlusconi, yang sejauh ini tak berusaha menenangkan fans atau membantu klubnya untuk bisa bangkit. Ia seperti menyerahkan sepenuhnya kepada Adriano Galliani, wakilnya di klub. Massimo Moratti, presiden Inter, sedikit berani tampil di publik, tapi minim memberikan pernyataan menenangkan.
Dengan situasi semacam ini, sulit untuk meramalkan bagaimana nasib dua tim kota Milan itu di masa mendatang. Yang diuntungkan hanya Juventus pada kondisi ini, karena mereka sepertinya akan melanggang mudah menuju tangga juara di musim ini.
Napoli, Lazio dan AS Roma juga mungkin akan mendapatkan 'hadiah' mereka atas terpuruknya Milan dan Inter.
Tapi, di sepakbola, bagaimana hasil akhir kompetisi tak akan bisa dengan mudah ditebak. Hanya itu yang mungkin menjadi motivasi bagi Milan dan Inter membuat kejutan di akhir musim. Itupun masih mungkin.
Dapatkan Sample GRATIS Produk sponsor di bawah ini, KLIK dan lihat caranya